Pada proses produksi semen dengan proses kering diperlukan kualitas umpan yang baik. Salah satu kriteria kualitas umpan ini adalah kadar air yang terkandung di dalam umpan kiln (moisture content). Pada umumnya umpan kiln dipersyaratkan memiliki kandungan air maksimum sebesar 1%. Sedangkan bahan baku umpan kiln ini biasanya memiliki kandungan air antara lain untuk batu kapur sekitar 8%, untuk marl sekitar 15%, dan untuk tanah liat bisa mengandung air hingga 20%. Bahkan di musim hujan, kadar air bahan mentah bisa lebih besar dari angka-angka tersebut. Seluruh prosentase di atas dinyatakan sebagai prosentase massa bahan baku. Oleh karena itu dalam proses persiapan bahan baku diperlukan pula proses pengeringan.
Secara garis besar proses persiapan bahan baku dapat dikelompokkan menjadi beberapa proses utama antara lain:
- Proses Pengeringan
- Proses Penggilingan
- Proses Pemisahan
- Transportasi Bahan Baku dan Produk (Umpan Kiln)
Keempat proses tersebut dapat berlangsung secara terpisah atau yang sering kita jumpai bisa pula terjadi dalam satu peralatan. Sebagai contoh dengan alat drum dryer proses transportasi dan pengeringan bahan mentah terjadi secara simultan. Dalam tube mill proses pengeringan, penggilingan, dan transportasi terjadi secara bersamaan di dalam mill. Sedangkan di dalam Vertical Roller Mill (VRM), keempat proses di atas bahkan terjadi secara simultan.
Berdasarkan studi dan pengalaman, konsumsi energi menjadi paling rendah apabila antara proses pengeringan dan penggilingan dipisah. Dalam hal ini proses pengeringan termasuk transportasi pula dan proses penggilingan termasuk pula di dalamnya proses pemisahan dan transportasi. Namun demikian dengan semakin berkembangnya teknologi konsumsi energi semakin lama dapat pula ditekan serendah mungkin yang dapat diperoleh walaupun kedua mekanisme utama penyiapan bahan baku (umpan kiln) tersebut dilaksanakan dalam satu peralatan.
Mekanisme Pengeringan
Pengeringan bahan baku semen sebenarnya merupakan proses pemisahan air yang terkandung di dalam bahan baku tersebut. Caranya dengan memberikan panas kepada bahan baku yang akan dikeringkan sehingga terjadi proses penguapan air. Air yang terkandung di dalam bahan baku semen dapat berupa:
- air bebas (free moisture) yang menempel di permukaan bahan baku,
- air kapiler (capillary water) yaitu air yang berada diantara batas butir dari tekstur bahan baku,
- air adsorpsi (adsorption moisture) yaitu air yang teradsorpsi ke permukaan bahan baku,
- air terikat (chemically bound water) yaitu air yang terikat secara kimia dalam bahan baku misalnya pada tanah liat. Air terikat ini tidak perlu dipisahkan dalam proses pengeringan karena akan mengubah struktur material secara kimia.
Dengan demikian yang bisa dikurangi kadar airnya selama proses pengeringan adalah kadar air dalam item a, b, dan c. Akan tetapi setiap jenis air yang terkandung di dalam bahan baku tersebut memiliki konsumsi panas spesifik tertentu dan nilainya beda antara satu dan lainnya serta masing-masing memerlukan waktu pengeringan yang berbeda pula. Oleh karena itu proses pengeringan bahan baku ini cukup kompleks dan memerlukan perhatian khusus dari kita semua yang terlibat dalam proses produksi.
Secara umum mekanisme pengeringan lebih merupakan proses penguapan air yang terkandung dalam bahan baku akibat adanya panas yang diterima oleh bahan baku tersebut. Sebagian panas masuk ke dalam bahan baku melalui gas pembawa panas (hot gas) secara konveksi, konduksi dan radiasi. Konveksi merupakan mekanisme pemanasan bahan baku yang dominan. Sedangkan konduksi dan radiasi hanyalah merupakan porsi kecil dari transfer panas dalam proses pengeringan. Panas tersebut sebagian besar dibutuhkan untuk evaporasi air yang terkandung di dalam bahan baku. Sedangkan sebagian lain untuk pemanasan material dan air/uap air hingga bertemperatur dekat nilainya dengan temperatur gas saat meninggalkan peralatan pemanas. Gas inilah yang menampung sekaligus mengangkut uap air hasil pengeringan bahan baku. Dengan begitu dari sisi gas, kandungan uap airnya menjadi lebih tinggi dibanding saat memasuki peralatan pengering.
Berdasarkan arah aliran antara bahan baku dan gas pengering selama melalui pengering dibedakanlah pengering menjadi 2 (dua) macam yaitu pengering aliran searah/sejajar artinya gas dan bahan yang dikeringkan mengalir dalam arah yang sama dan pengering jenis aliran lawan (counter flow) dimana antara gas dan bahan yang dikeringkan mengalir berlawanan arah di dalam pengering. Pada jenis paralel gas bertemperatur paling tinggi bertemu dengan bahan baku bertemperatur paling rendah saat memasuki pengering. Sedangkan pada pengering jenis aliran lawan, gas bertemperatur tertinggi bertemu dengan bahan yang sudah dikeringkan di dalam pengering dan sedang meninggalkan pengering.
Parameter Proses Pengeringan
Di dalam proses pengeringan bahan baku beberapa parameter proses yang perlu diketahui karena memang penting dan erat kaitannya dengan kualitas produk dan proses antara lain:
- Laju bahan baku yang akan dikeringkan, yaitu berapa ton/jam bahan baku yang harus dikeringkan agar memenuhi kebutuhan produksi. Dalam hal laju bahan baku di sini dimaksudkan bahan baku yang masih mengandung air yang cukup tinggi. Dengan demikian apabila kandungan air dalam bahan baku secara rata-rata dapat diketahui dan target kandungan air dalam produk ditentukan atau diinginkan, maka jumlah air yang harus diuapkan dapat dievaluasi.
- Laju gas panas yang dibutuhkan, adalah berapa m3/jam gas panas dengan kualitas tertentu (temperaturnya, kadar air, massa jenisnya dll) yang dibutuhkan untuk memenuhi proses pengeringan hingga diperoleh produk pengeringan dengan kualitas yang telah ditetapkan. Laju gas panas ini dapat dievaluasi berdasarkan data lain yang diperlukan. Pada bagian akhir dari diktat ini akan diberikan contoh perhitungan kebutuhan gas pada berbagai temperatur untuk mengeringkan tanah liat dan batu kapur.
- Temperatur (gas panas dan bahan baku baik saat masuk pengering dan saat meninggalkan pengering). Temperatur erat kaitannya dengan kecepatan pengeringan, artinya semakin tinggi beda temperatur antara gas yang mengeringkan dengan material yang dikeringkan, kecepatan pengeringan akan semakin tinggi. Temperatur gas khususnya erat pula kaitannya dengan konsumsi panas yang dibutuhkan dalam proses pengeringan. Semakin tinggi temperatur gas yang dibutuhkan untuk setiap laju massa gas tertentu berarti semakin tinggi pula konsumsi panas spesifik yang dibutuhkan dalam proses pengeringan.
- Konsumsi panas spesifik, adalah energi panas yang diperlukan untuk mengeringkan sehingga diperoleh (1) satu satuan massa (misalnya kg atau ton) produk bahan yang dikeringkan. Panas ini termasuk di dalamnya panas untuk evaporasi air yang terkandung dalam bahan baku, panas yang terbawa oleh gas buang dan produk keluar dari pengering, panas radiasi atau tak termanfaatkan karena pindah ke lingkungan sekitar alat, dan panas untuk memanaskan uap dari temperatur evaporasi hingga temperatur sama dengan gas saat meninggalkan pengering.
- Laju Penguapan, yaitu angka yang menunjukkan massa air yang dapat diuapkan tiap jam untuk 1(satu) m3 volume pengering. Besaran ini juga disebut sebagai intensitas penguapan, yang sangat bergantung pada beberapa hal antara lain sifat fisik bahan yang akan dikeringkan, ukuran partikel bahan yang akan dikeringkan, jenis air yang terkandung, kadar air dalam bahan saat awal dan akhir proses, temperatur gas pemanas, dan desain/konstruksi pengering.
Perpindahan Panas dalam Proses Pengeringan
Pada umumnya perpindahan panas yang dominan dari gas ke bahan yang akan dikeringkan untuk bahan baku semen adalah konveksi. Sedangkan konduksi dan radiasi boleh dikatakan dapat diabaikan. Untuk perpindahan panas konveksi ini beberapa faktor yang sangat berpengaruh antara lain:
- Beda temperatur antara gas dan bahan baku
- Kecepatan aliran gas relatif terhadap material
- Luas permukaan efektif persentuhan antara gas dengan bahan baku.
Dari beberapa faktor tersebut, nampak misalnya untuk drum dryer misalnya perlu diberi lifter di sekeliling permukaan drum bagian dalam agar berfungsi sebagai penyebar partikel bahan yang dikeringkan sehingga luas permukaan sentuh dengan gas meningkat. Selain faktor di atas, khusus untuk drum dryer, putaran drum dan bentuk serta jenis lifter juga merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses pengeringan. Sedangkan untuk flash dryer, VRM merupakan salah satu contoh dari aplikasi flash dryer ini, ukuran butir bahan baku merupakan salah satu faktor yang dominan karena kecepatan relatif antara gas dan partikel rendah sehingga memperkecil ukuran butir inilah yang dapat digunakan sebagai kompensasi agar luas permukaan sentuhnya yang harus jauh lebih tinggi.
Selain itu arah aliran gas dan material juga menentukan perpindahan panas untuk proses pengeringan ini, karena hal ini sangat menentukan beda temperatur antara keduanya. Pada umumnya berdasarkan hasil penelitian, pengering yang memanfaatkan aliran sejajar akan memiliki efisiensi pengeringan yang lebih tinggi dibanding pengering aliran lawan. Kecepatan aliran gas juga berkaitan dengan kemampuan mengangkat partikel sehingga perlu dicari suatu nilai optimal agar perpindahan panasnya efektif namun tidak menimbulkan debu yang berlebihan (dusty). Untuk drum dryer, biasanya kecepatan gas ini berkisar antara 2 – 3 m/s. Sedangkan untuk flash dryer, karena gas juga sebagai media transport partikel, maka sebaiknya perlu diteliti kecepatan minimal agar partikel dengan ukuran tertentu masih dapat terangkat namun perpindahan panas tetap efektif. Hal ini menguntungkan dari dua hal yaitu dari segi daya fan untuk mengalirkan gas juga berkurang dan dari segi pepindahan panas masih tetap tinggi efektivitasnya. Hal ini pulalah yang dimanfaatkan oleh LV Technologi untuk meningkatkan kapasitas Mill dan mengurangi pemakaian listrik, sebagai akibat menurunnya kehilangan tekanan aliran gas.
Dalam hal temperatur, batasan yang perlu diperhatikan adalah bahwa temperatur gas semakin tinggi semakin efektif pula perpindahan panas yang terjadi. Akan tetapi terdapat pula temperatur maksimum yang diijinkan agar tidak mengganggu kualitas produk. Sebagai contoh telah kita ketahui bersama bahwa batu kapur tidak boleh dikeringkan hingga temperatur mendekati 700 – 800oC karena akan mulai terjadi proses kalsinasi (dekarbonisasi) sehingga akan mengubah struktur kimianya. Dengan demikian pengeringan batu kapur sebaiknya dilakukan di bawah temperatur 700oC. Contoh yang lain adalah jangan sampai proses pengeringan ini melepaskan air terikat dari tanah liat (khususnya dari golongan kaolin) karena bisa mengacaukan rawmix desain apabila hal ini terjadi, khususnya apabila sistem kontrol kualitas rawmix memakai teknik gravimetri. Lepasnya air terikat ini terjadi pada temperatur sekitar 400 – 450oC. Oleh sebab itu pengeringan tanah liat sebaiknya dilakukan pada temperatur di bawah itu.
Selain itu untuk masalah temperatur ini yang juga perlu diperhatikan adalah temperatur gas saat meninggalkan dryer yang sebaiknya tidak kurang dari temperatur kondensasi air. Pada drum dryer biasanya temperatur gas saat meninggalkan drum ditetapkan sekitar 120 -125oC sehingga masih ada pengaman turunnya temperatur lagi selama perjalanan dari drum hingga ke luar dari cerobong. Pada VRM temperatur ini biasanya dioperasikan pada temperatur sekitar 80 – 100 oC.
Pengeringan dan Penggilingan
Pengeringan dan penggilingan dalam satu sistem peralatan banyak diterapkan pula di pabrik semen, seperti VRM dan flash dryer serta impact dryer. Salah satu tujuan utama dalam proses ini adalah bahwa energi panas dapat dikurangi karena panas hasil ekses proses penggilingan bahan baku juga termanfaatkan untuk proses pengeringan. Kebanyakan gas panas diambil dari gas keluar dari kiln system (outlet top cyclone) sehingga temperaturnya tidak terlalu tinggi namun masih memenuhi untuk kebutuhan pengeringan bahan baku tanpa mengurangi kualitas produk umpan kiln. Dengan temperatur gas yang tidak terlalu tinggi tersebut apabila digunakan untuk pengeringan maka diperlukan jumlah gas yang cukup banyak. Oleh karena itu diperlukan suatu desain peralatan yang bisa menampung jumlah aliran gas banyak namun kecepatan aliran cukup rendah agar efek perpindahan panasnya tetap efektif dan tidak menimbulkan suasana dusty dalam peralatan. Pada beberapa kasus tambahan panas yang berasal dari proses penggilingan cukup besar artinya. Menurut referensi proses penggilingan bisa menaikkan temperatur bahan yang digiling hingga 80 – 100oC lebih tinggi dibanding saat masuk ke dalam penggilingan. Nilai ini ekivalen hampir sekitar 85% dari energi yang dipakai oleh Mill terkonversi menjadi panas. Dengan demikian manfaat memadukan kedua proses ini dalam suatu peralatan memang benar-benar terasa.
Dalam menentukan temperatur gas keluar dari peralatan, beberapa aspek berikut ini perlu diperhatikan antara lain:
- Berapa banyak jumlah massa air yang teruapkan dari bahan yang dikeringkan.
- Batasan panas yang dibutuhkan untuk penguapan adalah sekitar 1250 kkal/kg air.
- Jumlah gas yang dibutuhkan untuk proses pengeringan, karena hal ini terkait dengan kemampuannya menampung uap air, kemampuannya memanaskan, dan kebutuhan tambahan bahan bakar bila diperlukan untuk menghasilkan gas panas tersebut pada temperatur yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar