Suspension Preheater
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.
Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses kalsinasi lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater dengan kalsiner. Pada suspension preheater dengan kalsiner ini derajat kalsinasi raw mix (artinya prosentase bahan baku yang telah mengalami proses kalsinasi) pada saat masuk ke kiln dapat mencapai 90 – 95 %. Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner, menurut hasil penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40%. Sebagai konsekuensi dari pemakaian kedua jenis preheater ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda, demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln ke kalsiner sehingga proses kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi, klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek.
Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker (klinkerisasi dan sintering) dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada zona pembakaran (burning zone) di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln. Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
- Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% – 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
- Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 – 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
- Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
- Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
- Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
- Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki beberapa hal yang kurang meguntungkan, di antaranya adalah:
- Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki lima tingkat siklon.
- Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu grate cooler.
- Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat energi.
- Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan menambah kompleksnya konstruksi peralatan.
Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln (SP, kiln dan cooler) menjadi dua kelompok besar yaitu :
- Sistem kiln tanpa udara tertier
- Sistem kiln dengan udara tertier
Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku, proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci, berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner.
Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses kalsinasi lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater dengan kalsiner. Pada suspension preheater dengan kalsiner ini derajat kalsinasi raw mix (artinya prosentase bahan baku yang telah mengalami proses kalsinasi) pada saat masuk ke kiln dapat mencapai 90 – 95 %. Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner, menurut hasil penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40%. Sebagai konsekuensi dari pemakaian kedua jenis preheater ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda, demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln ke kalsiner sehingga proses kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi, klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek.
Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker (klinkerisasi dan sintering) dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada zona pembakaran (burning zone) di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln. Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
- Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% – 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
- Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 – 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
- Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
- Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
- Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
- Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi.
Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki beberapa hal yang kurang meguntungkan, di antaranya adalah:
- Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki lima tingkat siklon.
- Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu grate cooler.
- Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat energi.
- Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan menambah kompleksnya konstruksi peralatan.
Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln (SP, kiln dan cooler) menjadi dua kelompok besar yaitu :
- Sistem kiln tanpa udara tertier
- Sistem kiln dengan udara tertier
Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku, proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci, berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya.
a. Ukuran Partikel dan Separasi
Ukuran partikel bahan baku berkaitan erat dengan luas permukaan partikel bahan baku dan massa masing-masing partikel bahan baku. Luas permukaan partikel bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam proses perpindahan panas dari gas ke bahan baku. Sedangkan massa per partikel bahan baku sangat menentukan proses pemisahan partikel dari gas pemanasnya di dalam siklon. Raw mix yang permukaannya luas, dalam keadaan tersuspensi, laju proses perpindahan panas yang terjadi menjadi lebih tinggi dibanding yang permukaannya lebih kecil. Sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih besar akan lebih mudah dipisahkan di dalam siklon selain masih tergantung pula pada densitas (specific gravity) dari partikel. Pada umumnya untuk partikel dengan ukuran yang sama akan lebih mudah dipisahkan di dalam siklon bila memiliki densitas yang lebih tinggi. Dalam sistem kering distribusi partikel rawmix umumnya dibuat sedemikian rupa agar residu di atas 90 mikron antara 12 – 15% dan di atas 200 mikron tidak lebih dari 2 – 3%.
Ukuran partikel bahan baku berkaitan erat dengan luas permukaan partikel bahan baku dan massa masing-masing partikel bahan baku. Luas permukaan partikel bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam proses perpindahan panas dari gas ke bahan baku. Sedangkan massa per partikel bahan baku sangat menentukan proses pemisahan partikel dari gas pemanasnya di dalam siklon. Raw mix yang permukaannya luas, dalam keadaan tersuspensi, laju proses perpindahan panas yang terjadi menjadi lebih tinggi dibanding yang permukaannya lebih kecil. Sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih besar akan lebih mudah dipisahkan di dalam siklon selain masih tergantung pula pada densitas (specific gravity) dari partikel. Pada umumnya untuk partikel dengan ukuran yang sama akan lebih mudah dipisahkan di dalam siklon bila memiliki densitas yang lebih tinggi. Dalam sistem kering distribusi partikel rawmix umumnya dibuat sedemikian rupa agar residu di atas 90 mikron antara 12 – 15% dan di atas 200 mikron tidak lebih dari 2 – 3%.
b. Proses Separasi di dalam Siklon
Proses separasi bahan baku dari aliran tersuspensi di dalam gas panas terjadi sebagai akibat adanya gaya sentrifugal yang dialami oleh bahan baku sehingga partikel bahan baku akan cenderung terlempar ke dinding siklon. Proses separasi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, densitas partikel, kecepatan aliran dan bentuk serta demensi siklon.
Proses separasi bahan baku dari aliran tersuspensi di dalam gas panas terjadi sebagai akibat adanya gaya sentrifugal yang dialami oleh bahan baku sehingga partikel bahan baku akan cenderung terlempar ke dinding siklon. Proses separasi sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, densitas partikel, kecepatan aliran dan bentuk serta demensi siklon.
c. Perpindahan Panas di Siklon Preheater
Perpindahan panas antara gas dengan partikel bahan baku terjadi pada masing-masing saluran gas (gas duct) dan siklon di suspension preheater (SP). Pada saat perpindahan panas ini terjadi di dalam duct, aliran gas dengan aliran bahan baku mempunyai arah yang sama berlangsung secara paralel karena partikel terbawa oleh aliran gas. Tetapi jika dilihat sistem secara keseluruhan maka pada sistem SP terjadi perpindahan panas secara berlawanan (counter-current) karena arah aliran gas ke atas sedang arah aliran bahan baku ke bawah. Perpindahan panas antara gas dan material terjadi pada kondisi material yang tersuspensi. Sebagian besar perpindahan panas terjadi di gas duct, menurut literatur yaitu sekitar 80 % sedang sisanya terjadi di siklon. Namun demikian proses ini masih tergantung pada ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, perpindahan panas akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat, sehingga tidak menutup kemungkinan seluruh proses perpindahan panas partikel berukuran kecil terjadi di dalam duct.
Waktu tinggal partikel raw mix pada preheater 4-stage dengan ketinggian kurang lebih 50 m, dari tempat feeding sampai dengan inlet kiln, kurang lebih antara 12 – 20 detik. Selama perioda ini raw mix dipanaskan dari 50oC sampai dengan 800oC atau lebih, sementara gas panas turun dari sekitar 1100oC menjadi sekitar 330 oC. Laju gas dan material pada gas duct sekitar 20 – 22 m/detik. Waktu yang dibutuhkan untuk separasi di siklon harus diseimbangkan dan disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan material pada pipa raw mix sehingga penyumbatan material yang mengganggu kelancaran aliran bahan baku dapat dihindari.
Perpindahan panas antara gas dengan partikel bahan baku terjadi pada masing-masing saluran gas (gas duct) dan siklon di suspension preheater (SP). Pada saat perpindahan panas ini terjadi di dalam duct, aliran gas dengan aliran bahan baku mempunyai arah yang sama berlangsung secara paralel karena partikel terbawa oleh aliran gas. Tetapi jika dilihat sistem secara keseluruhan maka pada sistem SP terjadi perpindahan panas secara berlawanan (counter-current) karena arah aliran gas ke atas sedang arah aliran bahan baku ke bawah. Perpindahan panas antara gas dan material terjadi pada kondisi material yang tersuspensi. Sebagian besar perpindahan panas terjadi di gas duct, menurut literatur yaitu sekitar 80 % sedang sisanya terjadi di siklon. Namun demikian proses ini masih tergantung pada ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, perpindahan panas akan terjadi dalam waktu yang lebih singkat, sehingga tidak menutup kemungkinan seluruh proses perpindahan panas partikel berukuran kecil terjadi di dalam duct.
Waktu tinggal partikel raw mix pada preheater 4-stage dengan ketinggian kurang lebih 50 m, dari tempat feeding sampai dengan inlet kiln, kurang lebih antara 12 – 20 detik. Selama perioda ini raw mix dipanaskan dari 50oC sampai dengan 800oC atau lebih, sementara gas panas turun dari sekitar 1100oC menjadi sekitar 330 oC. Laju gas dan material pada gas duct sekitar 20 – 22 m/detik. Waktu yang dibutuhkan untuk separasi di siklon harus diseimbangkan dan disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan material pada pipa raw mix sehingga penyumbatan material yang mengganggu kelancaran aliran bahan baku dapat dihindari.
Waktu tinggal partikel raw mix pada preheater 4-stage dengan ketinggian kurang lebih 50 m, dari tempat feeding sampai dengan inlet kiln, kurang lebih antara 12 – 20 detik. Selama perioda ini raw mix dipanaskan dari 50oC sampai dengan 800oC atau lebih, sementara gas panas turun dari sekitar 1100oC menjadi sekitar 330 oC. Laju gas dan material pada gas duct sekitar 20 – 22 m/detik. Waktu yang dibutuhkan untuk separasi di siklon harus diseimbangkan dan disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan material pada pipa raw mix sehingga penyumbatan material yang mengganggu kelancaran aliran bahan baku dapat dihindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar